Senin, 09 Januari 2017

ips

IPS

Related image
Ilmu sosial (bahasa Inggrissocial science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metode kuantitatif, dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku, dan interaksi manusia pada masa kini, dan masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metode kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin, dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial, dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial.[1] Penggunaan metode kuantitatif, dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi, dan konsekuensinya.
Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA) dan perguruan tinggi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut.

Cabang utama

  • Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi budaya, yang mempelajari segi kebudayaan masyarakat
  • Akuntansi, yang mempelajari suatu aktivitas dalam mengidentfikasikan, mengukur, mengkasifikasi dan mengikhtisar sebuah transaksi ekonomi atau kejadian yang dapat menghasilkan data kuantitatif terutama yang bersifat keuangan yang dipergunakan dalam pengambilan keputusan
  • Ekonomi, yang mempelajari produksi, dan pembagian kekayaan dalam masyarakat
  • Geografi, yang mempelajari lokasi, dan variasi keruangan atas fenomena fisik, dan manusia di atas permukaan bumi
  • Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan
  • Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif, dan sosial dari bahasa
  • Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter, dan moral
  • Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)
  • Psikologi, yang mempelajari tingkah laku, dan proses mental
  • Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia
  • Sosiologi, yang mempelajari masyarakat, dan hubungan antar manusia di dalamnya

            Ilmu Pengetahuan Sosial atau social studies merupakan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan  masyarakat. di Indonesia pelajaran ilmu pengetauan sosial disesuaikan dengan berbagai prespektif  sosial yang berkembang di masyarakat. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial, mari kita simak pengertian dari beberapa ahli:    
1. Somantri (Sapriya:2008:9) menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau disiplin ilmu ilmu sosial humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

2. Mulyono Tj. (1980:8) berpendapat bahwa IPS adalah suatu pendekatan interdisipliner (inter-disciplinary approach) dari pelajaran ilmu-ilmu soial, seperti sosiologi antropologi budaya, psikologi sosial,sejarah, geografi, ekonomi, politik, dan sebagainya.

3.  Saidiharjo (1996:4)  menyatakan bahwa IPS merupakan kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti:geografi, ekonomi, sejarah,sosiologi,politik

4.   Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.

5. Nu’man Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: 
a) menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah dasar dan lanjutan, 
b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.

6. S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah,ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.

7.  Tim IKIP Surabaya mengemukakan bahwa IPS merupakan bidang studi yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan membahas hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah human relationship hingga benarbenar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus merupakan bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah terpilih, kemudian disederhanakan sesuai dengan kepentingan sekolah sekolah.

Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Pembelajaran IPSIstilah pendidikan IPS dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosial Studies yang mengembangkan kurikulum di AS (Marsh, 1980; Martoella, 1976).
Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan (1990), merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu, Martoella (1987) mengatakan bahwa pembelajaran Pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS peserta didik diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikannya pada aspek kependidikannya.
Ada 10 konsep social studies dari NCSS, yaitu (1) culture; (2) time, continuity and change; (3) people, places and environments; (4) individual development and identity; (5) individuals, group, and institutions; (6) power, authority and govermance; (7) production, distribution and consumption; (8) science, technology and society; (9) global connections, dan; (10) civic idealsand practices..
Konsep IPS, yaitu: (1) interaksi, (2) saling ketergantungan, (3) kesinambungan dan perubahan, (4) keragaman/kesamaan/perbedaan, (5) konflik dan konsesus, (6) pola (patron), (7) tempat, (8) kekuasaan (power), (9) nilai kepercayaan, (10) keadilan dan pemerataan, (11) kelangkaan (scarcity), (12) kekhususan, (13) budaya (culture), dan (14) nasionalisme.
Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial, para ahli sering mengaitkannya dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut, Gross (1978) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, secara tegas ia mengatakan “to prepare students to be well functioning citizens in a democratic society”. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan  peserta didik menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya (Gross, 1978).
Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya (Kosasih, 1994).
Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan (Kosasih, 1994), agar pembelajaran Pendidikan IPS benar-benar mampu mengondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi peserta didik untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan (Azis Wahab, 1986).
Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pada peserta didik. Penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencecoki atau menjejali peserta didik dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu, rancangan pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kosasih, 1994; Hamid Hasan, 1996).
Karakteristik mata pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner.
Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.
Karateristik mata pelajaran IPS SMA antara lain sebagai berikut.
  1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001).
  2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
  3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
  4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni, 1981).
  5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan. Ketiga dimensi tersebut terlihat pada tabel berikut.
Tabel 1 Cakupan dalam Pembelajaran IPS(Sumber: Sardiman, 2004)
CakupanRuang WaktuNilai/Norma
Area dan substansi pembelajaranAlam sebagai tempat dan penyedia potensi sumber dayaAlam dan kehidupan yang selalu berproses, masa lalu, saat ini, dan yang akan datingAcuan sikap dan perilaku manusia berpa kaidah atau aturan yang menjadi perekat dan penjamin keharmonisan kehidupan manusia dan alam
Contoh Kompetensi Dasar yang dikembangkanAdaptasi spasial dan eksploratifBerpikir kronologis, prospektif, antisipatifKonsisten dengan aturan yang disepakati dan kaidah alamiah masing-masing disiplin ilmu
Alternatif penyajian dalam mata pelajaranGeografiSejarahEkonomi, Sosiologi/Antropologi
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998).
  1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
  2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
  3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
  4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
  5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. pengembangan keterampilan pembuatan keputusan.
  6. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
  7. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi.
  8. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society’ dan mengembangkan kemampuan siswa mengunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya.
  9. Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan.

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL & KLASIFIKASINYA

Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kehidupan sosial dan menelaah masalah – masalah social yang timbul dan berkembang, khususnya yang diwujudkan oleh warga Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu social . fenomena sosial yang tejadi dalam suatu masyarakat tentunya mengalami berbagai perubahan. Rekaman peristiwa demi peristiwa dalam kehidupan semakin berganti dan tak terhentikan. Kemampuan sumber daya manusia pun dibutuhkan supaya terjadi keselarasan dalam berbagai bidang untuk menjalani kehidupan yang semakin kompleks. Ilmu pengetahuan sosial pun dibagi dalam beberapa klasifikasi seperti, berikut adalah beberapa contoh klasifikasi Ilmu pengetahuan sosial :
# Pengetahuan Sosial Geografi
Geografi berasal dari bahasa Yunani, yakni geos dan graphein. Geos artinya bumi sedangkan graphein artinya tulisan. Jadi, secara sederhana geografi bermakna tulisan atau cerita tentang bumi. Lengkapnya geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dengan lingkungannya.
# Pengetahuan Sosial Sejarah
Sejarah, dalam bahasa Indonesia dapat berarti riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja yang memerintah). Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu.
#Pengetahuan Sosial Sosologi
Sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata socius dan logos, di mana socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti kata atau berbicara. Menurut Bapak Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Menurut ahli sosiologi lain yakni Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.
#Pengetahuan sosial ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.” Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
A. Latar Belakang sejarah IPS di dunia
            Pada tahun 1935 terjadi polemic diantara kalangan intelektual Amerika Serikat ( AS ) mengenai Ilmu Pengetahuan Sosial yang lebih dikenal dengan Social Studies, kemudian hal tersebut dipublikasikan oleh Organisasi yang bernama Nationa Council for The Sosial Studies. tapi hal itu tidak berlansung lama karena menurut L.Tildsley hal itu memberi tanda sejak awal pertumbuhannya bidang social studies dihadapkan kepada tantangan untuk dapat membangun dirinya sebagai suatu disiplin yang solid.
Defenisi tentang social studies menurut Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937 ( Barr, Bart dan Shermis, 1977:2) yaitu : The social Studies are the social sciences simplified for pedagogical purpose” Ilmu Sosial itu yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Yang meliputi,aspek–aspek,seperti.ilmu,sejarah,ekonomi,politik, sosiologi,antropologi,psikologi,geografi, dan filsafat, yang praktiknya digunakan dalam pembelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi. Pada perkisaran tahun1940 – 1950 NCSS mendapat serangan yang berkisar tentang perlu atau tidaknya Sosial Studies untuk remaja bersikap demokratis dan kritis, sehingga munculah sikap penekanan terhadap fakta – fakta sejarah dan budaya yang ada.
Namun pada tahun 1960 timbul satu gerakan akademis yang lebih dikenal dengan the new social studies yang dipelopori oleh sejarawan dan ahli – ahli ilmu social untuk mengembangkan proyek yang menciptakan kurikulum dan memproduksi bahan belajar yang sangat inovatif dan menantang dalam skala besar. Tapi sampai tahun 1970an hal itu belum juga terwujud, tapi jika kembali pada penuturan Barr dkk 1977 yaitu dua visi yang berbeda dalam social studies yaitu citizhenship education ( pendidikan kewarganegaraan ) atau social studies Education ( Ilmu pendidikan social ) hal itu juga dipengaruhi oleh PD II.
Pada tahun 1955 terjadi terobosan yang besar, berupa inovasi oleh Maurice Hunt dan Lawrence metcalft yang mencoba cara baru dalam pengintegrasian pengetahuan dan keterampilan ilmu social untuk tujuan citizhenship education, mengubah program Sosial studies disekolah yang dahulunya Closed Area ( hal – hal yang tabu dalam masyarakat ) menjadi refleksi rasional dalam mengupayakan siswa dapat mengambil keputusan mengenai masalah – masalah public. Sehingga bisa melatih keterampilan reflektif thinking ( berfikif reflek ) dan berfikir secara kritis.
Gerakan the new social studies pada tahun 1960 masih belum efektif dalam mengajarkan substansi perubahan sikap siswa, sehingga para sejarawan dan ahli – ahli ilmu social bersatu untuk meningkatkan social studies kepada higher level of intellectual pursuit yang melahirkan social science education.
Menurut Barr dkk, mendefinisikan social studies dalam beberapa bagian yaitu :social studies merupakan satu system pengetahuan yang terpadu, kedua misi utama social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat yang demokratis, ketiga sumber utama konten social studies adalah social sciene dan humanitier, keempat dalam upaya penyiapan warga Negara yang demokratis terbuka kemungkinan perbedaan dalam orientasi, visi tujuan dan metode pembelajaran. diantaranya lahirlah visi, misi dan strategi social studies itu adalah
1. Sosial studies taught as citizenship transmission
2. Sosial studies taught as social science
3. Sosial studies taught as reflective inquiry.
Jika dilihat dari definisi dan tujuan social studies maka terkandung beberapa hal, pertama social studies merupakan mata pelajaran dasar diseluruh jenjang pendidikan persekolahan, kedua tujuan utama mata pelajaran ini ialah mengembangkan siswa untuk menjadi warga Negara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan untuk berperan serta dalam kehidupan berdemokrasi. Ketiga konten pelajarannya digali dan diseleksi dari sejarah dan ilmu – ilmu social. Keempat pembelajarannya menggunakan cara – cara yang mencerminkan kesadaran pribadi, kemasyarakatan, pengalaman budaya, perkembangan pribadi siswa.
Di awal tahun 1994 the board of direction of the national council for the social studies menerbitkan Dokumen resmi yang diberi nama Expectations of Exellence: curriculum Standard for social studies. Dokumen ini yang sedang mewarnai pemikiran praksis social studies di AS sampai saat ini. dalam dunia pendidikan NCSS juga menggariskan bahwa dalam pendidikan mulai dari Taman kanak – kanak sampai pendidikan menengah memiliki keterpaduan “ Knowledge,Skills, and attitudes within and across disipliner “, pada kelas rendah ditekankan pada social studies yang tidak mengikat atau bisa bertolak dari tema – tema tertentu.   
Ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah social studies. Istilah tersebut pertama kali digunakan sebagai nama sebuah lembaga yang diberi nama committee of social studies.
            Lembaga ini merupakan himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli ilmu sosial yang mempunyai minat yang sama. Nama lembaga ini kemudian dipergunakan untuk nama kurikulum yang mereka hasilkan, yakni kurikulum social studies. Nama social studies makin terkenal ketika pemerintah mulai memberikan dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut. Kurikulum tersebut ahirnya dikembangkan dengan nama kurikulum social studies. Di Indonesia social studies dikenal dengan nama studi sosial. Dalam Kurikulum 1975, pendidikan ilmu sosial kemudian ditetapkan dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan sebuah mata pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi pada jurusan atau progrsam studi tertentu.
            Agar uraian mengenai latar belakang lahirnya IPS lebih jelas, dalam paket ini dikemukakan pengalaman beberapa negara yang memasukan IPS ke dalam kurikulum pendidikan yang diajarkan kepada siswa-siswi.
Istilah IPS pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawamangu, Solo. Ada 3 istlah yang muncul dari Seminar Nasional di Tawamangu dan digunakan secara bertukar, yaitu:
1.         Pengetahuan Sosial / Social Science
2.         Studi Sosial / Social Studies
3.         Ilmu Pengetahuan Sosial / Social Education
            Pembahasan mengenai latar belakang lahirnya IPS akan dilihat dari dua aspek, yakni latar belakang sosiologis dan pedagogis dengan mempertimbangkan aspek kemasyarakatan dan ilmu-ilmu sosial yang dikaji dalam IPS. Ilmu Pengetahuan Sosisal (IPS) adalah terjemahan dari Social Studies. Perkembanagan IPS dapat kita lihat melalui sejarah  Social Studies yang dikembangkan oleh Amerika Serikat (AS) dalam karya akademis dan dipublikasikian oleh National Council for the Social Studies (NCSS) pada pertemuan organisasi tersebut tahun 1935 sampai sekarang.
Definisi tentang “Social Studies” yaitu ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendididkan, kemudian pengertian ini dibakukan “Social Studies” meliputi aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, pisikologi, ilmu geografi, dan filsafat yang dalam praktiknya dipilih untuk tujuan pembelajaran di sekolah dan di perguruan tinggi.
Dalam pengertian awal “Social Studies” tersebut diatas terkandung hal-hal sebagai berikut:
1.      Social Studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial
2.    Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan atau pembelajaran, baik pada tingkat  sekolah maupun tingkat pendidikan tinggi.
3.   Aspek-asoek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai dengan tujuan tersebut.
Pada tahun 1940-1960 ditegaskan oleh Barr, dkk (1977:36) yaitu terjadinya tarik menarik antara dua visi Social Studies. Di satu pihak, adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education, yang terus bergulir sampai mencapai tahap yang lebih canggih. Di pihak lain, terus bergulirnya gerakan pemisahan sebagai disiplin ilmu-ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi social studies education. Hal tersebut, merupakan dampak dari berbagai penelitian yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang berkenaan dengan pengertian dan sikap siswa. 
Benyaknya gerakan-gerakan yang muncul akibat dari tekanan yang cukup dahsyat untuk mereformasi Social Studies.  Mereka menganggap perlu adanya perubahan pembelajaran Social Studies menjadi pembelajaran yang berorientasi the integrated, reflected inquiry, and problem centered (Barr, dkk.; 41-82) dan memperkuat munculnya gerakan The new Social Studies.
Atas pendapat para pakar, akhirnya para sejarawan, ahli ilmu sosial, dan pendidikan sepakat untuk melakukan reformasi Social Studies dengan menggunakan cara yang berbeda dari sebelum pendekatan tersebut adalah dengan melalui proses pengembangan kurikulum sekelompok pendidik, ahli psikologi, dan ahli ilmu sosial secara bersama-sama mengembangkan bahan ajar berdasarkan temuan penelitian dan teori belajar, kemudian diujicobakan di lapanagan, selanjutnya direvisi, dan pada akhirnya disebarluaskan untuk digunakan secara luas dalam dunia persekolahan.
Jika dilihat dari Visi misi dan strateginya, Barr, dkk. (1978:1917) Social Studies telah dan dapat dikembangkan dalam tiga tradisi, yaitu:
1.        Social Studies Taught as citizenship Transmission
Merujuk pada suatu modus pembelajaran sosial yang bertujuan untuk mengembangkan warga negara yang baik sesuai dengan norma yang telah diterima secara baku dalam negaranya.
2.        Social Studies Taught social Science
Merupakan modus pembelajaran sosial yang juga mengembangkan karakter warga negara yang baik yang ditandai oleh penguasaan tradisi yang menitik beratkan pada warga Negara yang dapat mengatasi masalah-masalah sosial dan personal dengan menggunakan visi dan cara ilmuan sosial.
3.       Social Studies Taught as Reflective Inquiry
Merupakan modus pembelajaran sosial yang menekankan pada hal yang sama yakni pengembangan warga negara yang baik dengan kriteria yang berbeda yaitu dilihat dari kemampunnya dalam mengambil keputusan’
Tahun 1992, the board of direction of the national Council for the social studies mengadopsi visi ternaru mengenai Social Studies, yang kemudian diterbitkan resmi oleh NCSS pada tahun 1994 denga judul Expectation of Excellence: Curriculum Standard for Social Studies. Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan  visi, misi, dan strategi baru Social Studies, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut:
1.      Program Social Studies mempunyai tujuan pokok yang ditegaskan kembali bahwa civic competence bukanlah hanya menjadi tanggung jawab Social Studies.
2.      Program Social Studies dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari taman kanak-kanak sampai ke pendidikan menengah, ditandai oleh keterpaduan “ …knowlwdge, skill, and attitudes within and across disciplines (NCSS, 1994:3).
3.      Program Social Studies dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalam construct a knowledge base and attitude drawn from academic discipline as specialized ways of viewing reality (NCSS, 1994:4).
4.      Program Social Studies mencerminkan “ …the changing nature of knowledge, fostering entirely new and highly integrated approaches to resolving issues of significance to humanity” (NCSS, 1994:5).

A. Latar Belakang Sosiologis
            Tinjauan terhadap latar belakang sosiologis difokuskan pada tempat lahirnya IPS yang pada awalnya bernama social studies. IPS dengan nama social studies pertama kali digunakan dalam kurikulum sekolah Rugby di Inggris pada tahun 1827. Dr. Thomas Arnold, direktur sekolah tersebut adalah orang pertama yang berjasa memasukkan IPS (social studies) ke dalam kurikulum sekolah.
            Latar belakang dimasukkannya IPS ke dalam kurikulum sekolah berangkat dari kondisi masyarakat Inggris pada waktu itu yang tengah mengalami kekacauan akibat revolusi industri yang melanda negara itu. Masyarakat dan peradaban Inggris terancam dekadensi, karena mekanisasi industri telah menimbulkan kesulitan besar bagi masyarakat Inggris, terutama kaum buruh.
Kaum kapitalis dan pemerintah yang kurang memperhatikan nasib kaum buruh yang mengakibatkan terjadinya pemerasan dan penindasan. Selain itu, di Inggris juga terjadi persaingan di kalangan buruh sendiri, yang menyebabkan hidup kaum tidak punya (the haves not) menjadi sangat menderita. Kehidupan antar kaum buruh dan antara buruh dengan majikan digambarkan oleh filosuf Inggris Thomas Hobbes sebagai homo homoni lopus bellum omnium contra omnes ( manusia adalah srigala bagi yang lain, mereka saling berperang).
Singkatnya, manusia menjadi kehilangan kemanusiaannya (dehumanisasi).Sebagai respon terhadap keadaan yang demikian ironis, Arnold memasukkan IPS ke dalam kurikulum sekolahnya. Upayanya kemudian ditiru oleh banyak sekolah lainnya, dan sekaligus menjadi awal berkembangnya IPS sebagai matapelajaran di sekolah.
Latar belakang munculnya IPS di Amerika Serikat berbeda dari Inggris. Setelah Perang Budak atau Perang Saudara antara penduduk Utara-Selatan (1861- 1865), di Amerika terjadi kekacauan sosial. Masyarakat Amerika Serikat yang sangat beragam belum merasa menjadi satu bangsa. Segregasi sosial masih kental dan lekat dengan kehidupan masyarakat Amerika pada saat itu.
Sebagai respon atas keadaan masyarakat tersebut, para ahli kemasyarakatan Amerika Serikat mencari upaya untuk membantu proses pembentukan bangsa Amerika Serikat, antara lain dengan mengembangkan IPS sebagai jawaban atas situasi sosial. IPS dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, yang dipelopori oleh sekolah-sekolah di negara bagian Wisconsin sejak 1892. Setelah dipelajari secara terus menerus sampai awal dasa warsa abad ke-20, pada tahun 1916 panitia nasional untuk pendidikan menengah Amerika Serikat menyetujui pengembangan dan pemasukan IPS ke dalam kurikulum sekolah.
            Paparan tersebut menggambarkan bahwa situasi masyarakat di Inggris pada tahun 1827, yaitu awal industri modern, mirip dengan keadaan masyarakat Indonesia dewasa ini. Industri sedang berkembang dan tanda-tanda dehumanisasi nampak pula di Indonesia. Di antara indikator yang menunjukkan kemiripan tersebut adalah terjadinya berbagai tindak kejahatan, seperti perampokan yang disertai pembunuhan, kurang terjaminnya kaum buruh, individualisme yang mulai menggerayangi masyarakat perkotaan, tindakan mengobyekkan para penganggur dan pencari pekerjaan melalui human trafficing, terdesaknya alat-alat produksi tradisional oleh alat produksi buatan negara asing, dan penumpukan kekayaan pada golongan minoritas.
Keadaan masyarakat yang demikian mengingatkan pada betapa pentingnya pembentukan jiwa sosial yang humanis sedini mungkin melalui pembelajaran IPS di sekolah-sekolah.
B. Latar belakang Pedagogis
            Di samping sebagai reaksi atas keadaan masyarakat, seperti di Inggris, Amerika, dan Indonesia, lahirnya IPS juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menyiapkan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang bertanggungjawab, yakni dapat mewujudkan kewajiban dan hak-haknya dalam kehidupan sehari-hari.Dengan mempelajari IPS, peserta didik diharapkan akan menjadi warga masyarakat yang tidak individualistik, yang hanya mementingkan kebutuhan sendiri, dan mengesampingkan kebutuhan orang lain atau warga masyarakat lainnya. Sebaliknya, mereka diharapkan menjadi warga masyarakat yang memiliki watak sosial yang selalu sadar bahwa hidupnya hanya dapat berlangsung bersama dan bekerja sama dengan orang lain, dan orang lain hanya mau hidup bersama dan bekerja sama bila mendapat perlakuan yang baik dari mereka.
Disiplin ilmu-ilmu sosial dipandang tidak mendukung prinsip pedagogis di atas, karena berbagai disiplin itu membawa masyarakat dalam keadaan terpisahpisah. Pengajaran IPS juga lebih dekat dengan keadaan sekarang yang ada dalam lingkungan hidupnya. Dengan demikian tidaklah terlalu sukar bagi peserta didik untuk mengamati, menggambarkan dan memikirkannya, karena masih berada dalam jangkauan mereka, baik dari segi waktu maupun tempatnya.
Itulah latar belakang pedagogis dikembangnya IPS. Mengingat berbagai kemiripan dan kegunaanya bagi pembinaan masyarakat Indonesia, maka pengembangan IPS di dunia pendidikan di Indonesia merupakan kebutuhan pedagogis sebagaimana halnya pengalaman di Inggris dan Amerika Serikat sebagai wahana pembinaan sikap sosial bagi peserta didik.
B. Tiga Tradisi Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS memiliki tiga tradisi yang berbeda satu dengan yang lain. Ketiga tradisi tersebut adalah:
• Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan,
• Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial, dan
• Pembelajaran IPS sebagai inkuiri yang reflektif.
Gambaran tentang ketiga tradisi pembelajaran IPS tersebut akan dipaparkan dalam bahasan berikut.
a)      Pembelajaran IPS sebagai Transmisi Kewarganegaraan
b)      Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan strategi
c)      pengajaran IPS yang berhubungan dengan penanaman tingkah laku,
d)     pengetahuan, pandangan, dan nilai yang harus dimiliki oleh peserta didik.
Tingkah laku, pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan diajarkan harus sesuai dengan kekayaan nilai-nilai budaya yang berkembang di lingkungan peserta didik dan guru yang mengajarkan IPS. Hal ini dimaksudkan agar nilainilai budaya yang ada dalam masyarakat dapat ditransmisikan dari generasi ke generasi.
Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan proses pewarisan budaya dalam suatu masyarakat tertentu. Pewarisan budaya ini merupakan budaya yang memilki nilai-nilai yang baik dan disepakati oleh masyarakat.
Pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaraan di Amerika Serikat bertujuan membina warga negara agar dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang baik, taat kepada hukum, membayar pajak, memenuhi kewajiban belajar, dan memiliki dorongan diri yang kuat untuk mempertahankan negara (Sumaatmadja,1980). Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan juga merupakan suatu proses pewarisan budaya dalam suatu masyarakat tertentu. Pewarisan budaya ini tentu merupakan budaya yang memilki nilai-nilai yang baik dan disepakati oleh masyarakat, sehingga dapat membentuk warga negara yang dapat memenuhi kewajiban, taat pada hukum, dan bertanggung jawab dalam pembelaan negara.
Tradisi pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaaraan ini, oleh sebagian ahli dipandang sebagai bentuk proses pendidikan yang statis, bahkan konservatif. Hal ini dikarenakan di tengah kehidupan masyarakat yang dinamis di tengah perkembangan dunia yang terus mengalami perubahan, setiap anak manusia dituntut untuk memiliki kemampuan, pemikiran, dan keterampilan yang lebih luas dan kompleks. Jika dikaitkan dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang berkembang, maka pembelajaran model transmisi kewarganegaraan ini kurang relevan. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS yang relevan untuk masyarakat Indonesia saat ini perlu terus dikembangkan.
§  Pembelajaran IPS sebagai Ilmu Sosial
§  Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial didasarkan pada asumsi bahwa
§  peserta didik dapat berpikir secara kritis, mampu mengobservasi dan
§  meneliti seperti apa yang dilakukan oleh ahli ilmu sosial.
Tujuan pengajaran IPS sebagai ilmu sosial adalah menciptakan warga negara yang mampu belajar dan berpikir secara baik, seperti yang dilakukan oleh ahli ilmu sosial.
            Kondisi tersebut sesuai dengan keinginan para ahli ilmu sosial bahwa anggota masyarakat sejak usia muda dapat mengamati dunia sekitarnya melalui penglihatan seperti ahli ilmu sosial, mengajukan berbagai pertanyaan, dan menerapkan metode analisis serta

catatan ; Disiplin ilmu adalah ilmu/pengetahuan yg kita dalami dan merupakan keahlian utama kita...sifatnya lebih detail/spesifik bukan secara umum.

Tradisi Pendidikan IPS

Secara definitif, model dalam konteks ini dimaknai sebagai kerangka konseptual yang dikembangkan dan diaplikasikan sebagai dasar dan acuan dalam melaksanakan pembelajaran IPS sesuai dengan tujuan dan kepentingannya. Kalangan pakar pendidikan telah mengembangkan sejumlah model pembelajaran IPS, seperti Banks yang dikutip oleh Lasmawan (2008) mengemukakan tiga tradisi pembelajaran, yang terdiri dari: (1) social studies as social sciences, (2) social studies as citizenship education, dan (3) social studies as reflective inquiry. Joice dan Weil (1986) dalam bukunya “Models of Teaching” mengemukakan beberapa model mengajar, walaupun di dalam bahasannya lebih banyak menekankan pada kegiatan belajar peserta didik, yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: (1) kelompok model pengolahan informasi, (2) kelompok model personal, (3) kelompok model sosial, dan (4) kelompok model sistim perilaku. Sementara Hilda Taba merancang model “berpikir induktif”, yang dimaksudkan untuk membantu  peserta didik untuk mengidentifikasi, menggali, dan mengorganisir informasi melalui uji hipotesis yang di dalamnya termasuk pelukisan kaitan-kaitan logis antara berbagai data (Suwarma, 1991).
Berkaitan dengan model pengembangan kemampuan dan keterampilan inquiri, Ausubel (Kamarga, 2000) telah mengembangkan model pengemas awal (Advance Organizer) yang bertujuan membantu peserta didik untuk memiliki pengalaman dengan struktur kognitif yang nantinya digunakan untuk memahami materi yang disajikan atau dibelajarkan. Keseluruhan model pembelajaran di atas, pada hakekatnya masih lekat dengan warna asalnya, dimana latar sosial budaya yang melatar belakanginya adalah budaya asing dimana model itu dikembangkan. Untuk itu, dalam aplikasinya pada pembelajaran IPS harus dilakukan beberapa penyesuaian dan modifikasi agar sesuai dengan latar sosial-budaya dan kematangan psikologis peserta didik. Hal ini penting, mengingat kondisi alamiah dari pembelajaran IPS di Indonesia berbeda dengan latar sosial dimana model itu dikembangkan. Jika dikaitkan dengan kepentingan pembelajaran IPS sebagai mata pelajaran yang mengemban misi strategis dalam pengembangan peserta didik sebagai warga negara yang baik. Sementara McSavick (2008) dan NCSS (2007) mengemukakan terdapat tiga aliran yang mempengaruhi tradisi dan model pembelajaran IPS, yaitu: (1) aliran para ilmuwan sosial, (2) aliran para pendidik, dan (3) aliran gabungan antara ilmuwan sosial dan ahli pendidikan.
Setiap model memiliki karakteristik masing-masing, sehingga penggunaannya disesuaikan dengan karakteristik materi yang hendak dibelajarkan. Dikaitkan dengan pengembangan berpikir rasional, dalam kegiatan instruksional, dikenal pula beberapa model pembelajaran IPS yang lebih menekankan pada pengembangan dan peningkatan kemampuan berpikir ilmiah dan kreatif sebagaimana layaknya ilmuwan sosial, seperti: inquiry model, problem solving model, dan jurisprudential model (Education Journal, 2007). Dalam tradisi pembelajaran IPS di Indonesia, dikenal beberapa model pendekatan pengorganisasian materi, seperti: (1) pendekatan integrated, yang biasanya dikembangkan pada pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar, (2) pendekatan corelated, yang biasanya dikembangkan dalam pembelajaran IPS pada jenjang SLTP, dan (3) pendekatan sparated, yang biasanya dikembangkan dalam pembelajaran IPS pada jenjang SMU. Dilihat dari kaitannya dengan tradisi pembelajaran IPS, maka tampak yang lebih populer dan banyak berpengaruh dalam pengembangan kurikulum IPS adalah model yang menekankan bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang disajikan secara terpisah namun tetap ada keterkaitan antara disiplin ilmu sosial yang satu dengan disiplin ilmu sosial yang lainnya (Suwarma, 1991; Lasmawan, 2008).
Beranjak dari analisis terhadap karakteristik pembelajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar di Indonesia, tampak bahwa diantara banyak model yang dikembangkan, model pembelajaran yang termasuk dalam kelompok proses informasi di atas menurut Joice and Weil (1986) dipandang sesuai dan cocok untuk dijadikan sebagai landasan operasional pembelajaran. Kelompok model ini merujuk pada proses dan kegiatan bagaimana peserta didik merespon rangsangan yang berasal dari lingkungan, memproses informasi, mengidentifikasi masalah, menggeneralisasi isu/ masalah, memecahkan masalah, melakukan tindakan dengan menggunakan simbol-simbol baik yang bersifat verbal maupun non-verbal, yang pada akhirnya akan bermuara pada meningkatnya produktivitas berpikir peserta didik. Kelompok model ini, menekankan pada pengembangan fungsi intelektual dan berpikir produktif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara teoritis telah banyak model pembelajaran yang dikembangkan dan diteliti oleh para pakar berkaitan dengan pengembangan intelektual dan peningkatan perolehan belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS. Namun  belum banyak yang menyentuh bagaimana upaya meningkatkan literasi sosial-budaya peserta didik dalam pembelajaran IPS. Untuk itu, masih perlu dianalisis dan dilakukan penelitian guna menemukan model pengorganisasian materi, model pembelajaran, buku ajar, danperangkat penilaian yang dapat meningkatkan literasi sosial-budaya dan pemahaman materi peserta didik dalam pembelajaran IPS berdasarkan Kurikulum 2006 (KTSP). Penelitian ini dilakukan dalam rangka mencari jawaban atas persoalan-persoalan yang masih melekat dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar, khususnya yang menyangkut upaya peningkatan literasi social – budaya siswa, sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2006 dan visi-misi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Pembelajaran IPS dewasa ini, tampaknya harus lebih diarahkan pada pembekalan dan pelatihan kemampuan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai sosial dan budaya yang diperlukan oleh peserta didik untuk mengendalikan atau memprediksi dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kemajuan kemajuan ilmu dan teknologi bagi kehidupan masyarakatnya. Bertalian dengan konsepsi ini, masyarakat yang literasi sosial-budaya sangat dibutuhkan, agar mampu mengendalikan kemajuan ilmu dan teknologi, serta abrasi nilai-nilai sosial-budaya di dalam masyarakatnya. Berdasarkan rasional di atas, maka penelitian ini lebih difokuskan pada upaya pengembangan model belajar yang dapat memfasilitasi perkembangan dan peningkatan literasi sosial-teknologi, pemahaman materi, dan keterampilan sosial peserta didik dalam pembelajaran IPS.


SUMBER: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/03/12/karakteristik-mata-pelajaran-ilmu-pengetahuan-sosial-ips/
https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial
https://dianmomo75.wordpress.com/pengetahuan/sosial/ilmu-pengetahuan-sosial-klasifikasinya/
http://mustaqimdauf.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-ips-di-dunia.html
http://lasmawan.blogspot.co.id/2010/10/tradisi-pendidikan-ips.html

0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest
Domo-kun Cute

Popular Posts

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com

Blogroll

About

Copyright © valenciaathalia | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com